Senin, 11 Maret 2019

Mulutmu harimaumu. Tentu nya peribahasa yang satu ini sudah tak asing lagi di telinga kita. Tak berbeda dengan pisau, mulut pun merupakan sebuah senjata yang tajam. Mengapa? Sebab segala perkataan yang kita keluarkan dari mulut kita ini baik secara disengaja ataupun tidak disengaja dapat membahayakan diri kita sendiri juga orang lain.
Salah satu perilaku tercela yang tanpa kita sadari kita lakukan dan bersumber dari mulut kita yakni ghibah. Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. [al Hujurat/49 : 12]. 
Dalam Al Adzkar (hal. 597), Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan, “Ghibah adalah sesuatu yang amat jelek, namun tersebar dikhalayak ramai. Yang bisa selamat dari tergelincirnya lisan seperti ini hanyalah sedikit. Ghibah memang membicarakan sesuatu yang ada pada orang lain, namun yang diceritakan adalah sesuatu yang ia tidak suka untuk diperdengarkan pada orang lain. Sesuatu yang diceritakan bisa jadi pada badan, agama, dunia, diri, akhlak, bentuk fisik, harta, anak, orang tua, istri, pembantu, budak, pakaian, cara jalan, gerak-gerik, wajah berseri, kebodohan, wajah cemberutnya, kefasihan lidah, atau segala hal yang berkaitan dengannya. Cara ghibah bisa jadi melakui lisan, tulisan, isyarat, atau bermain isyarat dengan mata, tangan, kepala atau semisal itu.”.
Dari definisi ghibah diatas, dapat disimpulkan bahwa ghibah merupakan salah satu penyakit hati. Asal usul ghibah bisa saja bersumber dari sifat iri dan dengki yang berada pada diri kita. Ketika kita melihat seseorang yang kita anggap cukup sukses, menimbulkan iri di hati kita sehingga menyebabkan kita membicarakan keburukan orang tersebut pada orang lain. Alangkah baiknya jika kesuksesan orang tersebut kita jadikan motivasi untuk meningkatkan kualitas diri kita sendiri menjadi lebih baik. Allah SWT berfirman :
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا (32)
Dan janganlah kalian iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kalian lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Q.S An-Nisa : 32)
Bukankah Allah SWT lebih mengetahui apa yang baik untuk diri kita dibandingkan diri kita sendiri? Bisa jadi kita menganggap baik sesuatu hal, padahal sebetulnya tidak. Kadang kita terlalu sibuk memikirkan kekayaan orang lain, keberuntungan orang lain, atau kesuksesan orang tersebut tanpa melihat seberapa keras usaha pencapaian orang tersebut. Sehingga tak jarang kita menganggap bahwa cobaan orang lain lebih mudah dibandingkan dengan cobaan yang kita hadapi saat ini. Padahal sesungguhnya setiap manusia masing-masing memiliki jalan nya masing-masing, memiliki rezeki nya masing-masing dan semuanya sudah sesuai takaran nya menurut Allah SWT. Allah SWT berfirman :
و عسى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وهُوَ خَيْرٌ لكَمْ وَعَسى أَنْ تُحِبُّوْا شَيْئا وهو شرٌّ لكم واللهُ يعلمُ وأَنْتُمْ لا تَعْلمُوْنَ
“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 216)
Sama seperti setiap orang yang memiliki kelebihannya masing-masing, maka setiap orang pula memiliki kekurangan nya masing-masing. Kelemahan yang Allah SWT berikan terhadap kita makhluknya bukan berarti bahwa Allah tidak menyayangi kita. Allah yang memberikan kelemahan dan kelebihan pada diri hamba, maka Allah pula yang lebih tahu apa maksud dibalik semua rahasiaNya.
Hendaknya kekurangan yang ada pada diri kita menjadikan kita bercermin diri. Bukan menjadikan kita ghibah membicarakan kekurangan-kekurangan pada diri orang lain. Mengapa waktu yang kita habiskan untuk ghibah tidak kita gunakan untuk bercermin diri? Selagi masih diberi kesempatan oleh Allah SWT, sebaiknya kita gunakan waktu kita untuk memperbaiki diri, sehingga akan lebih terasa manfaat nya untuk diri kita sendiri. Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S Al-Hasyr : 18)
Allah SWT melarang seorang hamba untuk berburung sangka terhadap hamba yang lain. Allah SWT menyebutkan perumpamaan ghibah yakni seperti memakan daging bangkai saudaramu sendiri, maka seharusnya kita merasa jijik dan menjauhi ghibah tersebut. Allah SWT berfirman :
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (12)}
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Q.S Al-Hujurat : 12)
Dengan demikian, apabila kita pernah baik disengaja ataupun tidak disengaja melakukan ghibah, hendaknya kita memohon ampunan kepada Allah SWT dan tak lupa meminta maaf kepada orang yang bersangkutan sebelum ajal datang menghampiri kita. Sebab ajal datang kapan saja, dimana saja tanpa dapat diduga.

“Barangsiapa yang pernah menganiaya saudaranya baik yang berhubungan dengan kehormatan diri maupun sesuatu yang berhubungan dengan yang lain, maka hendaklah ia minta dihalalkan (minta maaf) sekarang juga sebelum datangnya saat dimana dinar dan dirham tidak berguna, dimana bila ia mempunyai amal salih maka amal itu akan diambil sesuai dengan kadar penganiayaannya, dan bila ia tidak mempunyai kebaikan maka kejahatan orang yang dianiaya itu diambilnya dan dibebankan kepadanya”. (HR. Bukhari).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar