Iman Terhadap Takdir Allah
Keimanan
seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun. Yang terakhir adalah
beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir yang
buruk.
Salah memahami keimanan terhadap
takdir dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang.
Antara Qodho’ dan Qodar
Menurut bahasa, kata qada' berarti ketentuan Allah, sedangkan menurut istilah, qada' adalah keputusan terhadap suatu ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah untuk makhluk-Nya atau ketentuan yang ditetapkan sejak zaman azali. Hidup dan matinya seseorang sudah ditentukan oleh Allah. Tak ada seorangpun yang tahu kapan dan dimana dirinya akan mati.
Firman Allah swt :
Artinya :
‘’ Di mana saja kamu berada,
kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi
lagi kokoh…….” (Q.S. an-Nisa:78)
Qadar
menurut bahasa artinya yang tetap, sedangkan menurut istilah, qadar adalah
ketentuan Allah yang terjadi sejak zaman azali, baik ketentuan itu sudah
terjadi maupun yang akan terjadi terhadap semua makhluk hidup.
Hubungan antara qada' dan qadar
merupakan hubungan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dalam kehidupan
sehari-hari, hubungan antara qada' dan qadar itulah yang disebut takdir. Mengenai hubungan antara qadha
dan qadar ini, para ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam :
1.Takdir
mua’llaq: yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia.
Contoh seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk
mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia
cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian.
2.Takdir
mubram; yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak
dapat diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh.
Ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit
hitam sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya.
Empat Prinsip Keimanan kepada Takdir
Perlu kita ketahui bahwa keimanan
terhadap takdir harus mencakup empat prinsip. Keempat prinsip ini harus diimani
oleh setiap muslim.
Pertama:
Mengimani bahwa Allah Ta’ala mengetahui dengan ilmunya yang
azali dan abadi tentang segala sesuatu yang terjadi baik perkara yang kecil
maupun yang besar, yang nyata maupun yang tersembunyi, baik itu perbuatan yang
dilakukan oleh Allah maupun perbuatan makhluknya. Semuanya terjadi dalam
pengilmuan Allah Ta’ala.
Kedua: Mengimanai
bahwa Allah Ta’ala telah menulis dalam lauhul
mahfudz catatan takdir segala sesuatu sampai hari kiamat. Tidak ada
sesuatupun yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi kecuali telah tercatat.
Dalil kedua prinsip di atas
terdapat dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,
أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَافِي السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ
إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيرٌ {70}
“Apakah kamu tidak mengetahui
bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?;
bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh).
Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah” (QS. Al Hajj:70).
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَيَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ
وَيَعْلَمُ مَافِي الْبَرِّوَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ يَعْلَمُهَا
وَلاَحَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ اْلأَرْضِ وَلاَرَطْبٍ وَلاَيَابِسٍ إِلاَّ فِي
كِتَابٍ مًّبِينٍ {59}
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci
semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia
mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang
gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun
dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)”” (QS. Al An’am:59).
Sedangkan dalil dari As Sunnah, di
antaranya adalah sabda Rasulullah shalallhu ‘alaihi wa salam,
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ
السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“… Allah telah menetapkan takdir
untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit
dan bumi”[3]
Ketiga: Mengimani
bahwa kehendak Allah meliputi segala sesuatu, baik yang
terjadi maupun yang tidak terjadi, baik perkara besar maupun kecil, baik yang
tampak maupun yang tersembunyi, baik yang terjadi di langit maupun di bumi.
Semuanya terjadi atas kehendak Allah Ta’ala, baik itu perbuatan
Allah sendiri maupun perbuatan makhluknya.
Keempat:
Mengimani dengan penciptaan Allah. Allah Ta’ala menciptakan
segala sesuatu baik yang besar maupun kecil, yang nyata dan tersembunyi.
Ciptaan Allah mencakup segala sesuatu dari bagian makhluk beserta
sifat-sifatnya. Perkataan dan perbuatan makhluk pun termasuk ciptaan Allah.
Dalil kedua prinsip di atas adalah
firman Allah Ta’ala,
اللهُ
خَالِقُ كُلِّ شَىْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ وَكِيلٌ {62} لَّهُ مَقَالِيدُ
السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِئَايَاتِ اللهِ أُوْلَئِكَ هُمُ
الْخَاسِرُونَ {63}
“.Allah menciptakan segala
sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. Kepunyaan-Nyalah kunci-kunci
(perbendaharaan) langit dan bumi. Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat
Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi.”(QS. Az Zumar 62-63)
وَاللهُ خَلَقَكُمْ وَمَاتَعْمَلُونَ {96}
“Padahal Allah-lah yang
menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu“.” (QS. As Shafat:96).[4]
Antara Kehendak Makhluk dan
Kehendak-Nya
Beriman dengan benar terhadap
takdir bukan berarti meniadakan kehendak dan kemampuan manusia untuk berbuat.
Hal ini karena dalil syariat dan realita yang ada menunjukkan bahwa manusia
masih memiliki kehendak untuk melakukan sesuatu.
Dalil dari syariat, Allah Ta’ala telah
berfirman tentang kehendak makhluk,
ذَلِكَ الْيَوْمُ الْحَقُّ فَمَن شَآءَ اتَّخَذَ إِلىَ رَبِّهِ
مَئَابًا {39}
“Itulah hari yang pasti terjadi.
Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada
Tuhannya.” (QS. An Nabaa’:39)
نِسَآؤُكُمْ حَرْثُ لَّكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ…
{223}
“Isteri-istrimu adalah (seperti)
tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu
itu bagaimana saja kamu kehendaki. …”(Al Baqoroh:223)
Adapun tentang kemampuan makhluk,
Allah menjelaskan,
فَاتَّقُوا اللهَ مَااسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا
وَأَنفِقُوا خَيْرًا لأَنفُسِكُمْ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ {16}
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah
menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta’atlah dan nafkahkanlah nafkah yang
baik untuk dirimu . Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS.
At Taghobun :16)
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَاكَسَبَتْ
وَعَلَيْهَا مَااكْتَسَبَتْ رَبَّنَا …{286}
“Allah tidak membebani seseorang
melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan)
yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya….”(QS.
Al Baqoroh:286)
Sedangkan realita yang ada
menunjukkan bahwa setiap manusia mengetahui bahwa dirinya memiliki kehendak dan
kemampuan. Dengan kehendak dan kemampuannya, dia melakukan atau meninggalkan
sesuatu. Ia juga bisa membedakan antara sesuatu yang terjadi dengan kehendaknya
(seperti berjalan), dengan sesuatu yang terjadi tanpa kehendaknya, (seperti
gemetar atau bernapas). Namun, kehendak maupun kemampuan makhluk itu terjadi
dengan kehendak dan kemampuan Allah Ta’la karena Allah
berfirman,
لِمَن شَآءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ {28} وَمَاتَشَآءُونَ إِلآَّ
أَن يَشَآءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ {29}
“(yaitu) bagi siapa di antara kamu
yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh
jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS.
At Takwiir:28-29).
Dan karena semuanya adalah milik
Allah maka tidak ada satu pun dari milik-Nya itu yang tidak diketahui dan tidak
dikehendaki oleh-Nya.[5]
Macam-Macam Takdir
perlu kita ketahui bahwa takdir ada
beberapa macam:
[1] Takdir Azali. Yakni
ketetapan Allah sebelum penciptaan langit dan bumi ketika Allah Ta’ala menciptakan
qolam (pena). Allah berfirman,
قُل لَّن يُصِيبَنَآ إِلاَّ مَاكَتَبَ اللهُ لَنَا هُوَ مَوْلاَنَا
وَعَلَى اللهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ {51}
“Katakanlah: “Sekali-kali tidak
akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah
Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus
bertawakal.” (QS. At Taubah:51)
Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallaam bersabda, “… Allah telah menetapkan takdir untuk
setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan
bumi”[6]
[2] Takdir Kitaabah.
Yakni pencatatan perjanjian ketika manusia ditanya oleh Allah:”Bukankah Aku
Tuhan kalian?”. Allah Ta’ala berfirman,
} وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي ءَادَمَ
مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ
بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَآ أَن تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا
كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ {172} أَوْ تَقُولُوا إِنَّمَا أَشْرَكَ ءَابَآؤُنَا
مِن قَبْلُ وَكُنَّا ذُرِّيَةً مِّن بَعْدِهِمْ أَفَتُهْلِكُنًا بِمَا فَعَلَ
الْمُبْطِلُونَ {173}
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengata-kan: “Sesungguhnya
kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.
atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah
mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan
yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena
perbuatan orang-orang yang sesat dahulu ?” (QS. Al A’raaf 172-173).
[3] Takdir ‘Umri. Yakni
ketetapan Allah ketika penciptaan nutfah di dalam rahim, telah ditentukan jenis
kelaminnya, ajal, amal, susah senangnya, dan rizkinya. Semuanya telah
ditetapkan, tidak akan bertambah dan tidak berkurang. Allah Ta’ala berfirman,
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ
فَإِناَّ خَلَقْنَاكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ
ثُمَّ مِن مُضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ
وَنُقِرُّ فِي اْلأَرْحَامِ مَانَشَآءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ
طِفْلاً ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أُشُدَّكُمْ وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّى وَمِنكُم مَّن
يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلاَ يَعْلَمَ مِن بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا
وَتَرَى اْلأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَآ أَنزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَآءَ اهْتَزَّتْ
وَرَبَتْ وَأَنبَتَتْ مِن كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ {5}
“Hai manusia, jika kamu dalam
keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami
telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari
segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan
yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam
rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian
Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu
sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan
(adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia
tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu
lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya,
hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan
yang indah.” (QS. Al Hajj:5)
[5] Takdir Hauli. Yakni
takdir yang Allah tetapkan pada malam lailatul qadar, Allah menetapkan segala
sesuatu yang terjadi dalam satu tahun. Allah berfirman,
حم {1} وَالْكِتَابِ الْمُبِينِ {2} إِنَّآ أَنزَلْنَاهُ فِي
لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ {3} فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ
حَكِيمٍ {4} أَمْرًا مِّنْ عِندِنَآ إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ {5}
“Haa miim . Demi Kitab (Al
Qur’an) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang
diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu
dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah , (yaitu) urusan yang besar dari
sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul” (QS. Ad
Dukhaan:1-5)
[6] Takdir Yaumi. Yakni
pnentuan terjadinya takdir pada waktu yang telah ditakdirkan sbelumnya. Allah
berfirman,
يَسْئَلُهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي
شَأْنٍ {29}
“Semua yang ada di langit dan
bumi selalu meminta kepadaNya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan . “
(QS. Ar Rahmaan: 29).
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Munib
bin Abdillah bin Munib Al Azdiy dari bapaknya berkata, “Rasulullah membaca
firman Allah “ Setiap waktu Dia dalam kesibukan”, maka kami
bertanya: Wahai Rasulullah apakah kesibukan yang dimaksud?. Rasulullah bersabda
:” Allah mengampuni dosa, menghilangkan kesusahan, dan meninggikan
suara serta merendahkan suara yang lain”[7]
Takdir Baik dan Takdir Buruk
Takdir terkadang disifati dengan
takdir baik dan takdir buruk. Takdir yang baik sudah jelas maksudnya. Lalu apa
yang dimaksud dengan takdir yang buruk? Apakah berarti Allah berbuat sesuatu
yang buruk? Dalam hal ini kita perlu memahami antara takdir yang merupakan perbuatan
Allah dan dampak/hasil dari perbuatan tersebut. Jika takdir disifati buruk,
maka yang dimaksud adalah buruknnya sesuatu yang ditakdirkan tersebut, bukan
takdir yang merupakan perbuatan Allah, karena tidak ada satu pun perbuatan
Allah yang buruk. Seluruh perbuatan Allah mengandung kebaikan dan hikmah. Jadi
keburukan yang dimaksud ditinjau dari sesuatu yang ditakdirkan/hasil perbuatan,
bukan ditinjau dari perbuatan Allah. Untuk lebih jelasnya bisa kita contohkan
sebagai berikut.
Seseorang yang terkena kanker
tulang ganas pada kaki misalnya, terkadang membutuhkan tindakan amputasi
(pemotongan bagian tubuh) untuk mencegah penyebaran kanker tersebut. Kita
sepakat bahwa terpotongnya kaki adalah sesuatu yang buruk. Namun pada kasus
ini, tindakan melakukan amputasi (pemotongan kaki) adalah perbuatan yang baik.
Walaupun hasil perbuatannya buruk (yakni terpotongnya kaki), namun tindakan
amputasi adalah perbuatan yang baik. Demikian pula dalam kita memahami takdir
yang Allah tetapkan. Semua perbuatan Allah adalah baik, walaupun terkadang
hasilnya adalah sesuatu yang tidak baik bagi hambanya.
Namun yang perlu diperhatikan,
bahwa hasil takdir yang buruk terkadang di satu sisi buruk, akan tetapi
mengandung kebaikan di sisi yang lain. Allah Ta’ala berfirman
:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي
النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ {41}
“Telah nampak kerusakan di darat
dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supay Allah merasakan
kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali
(ke jalan yang benar)” (QS. Ar Ruum:41).
Kerusakan yang terjadi pada
akhirnya menimbulkan kebaikan. Oleh karena itu, keburukan yang terjadi dalam
takdir bukanlah keburukan yang hakiki, karena terkadang akan menimbulkan hasil
akhir berupa kebaikan.[10]
Jangan Hanya Bersandar Pada Takdir
Sebagian orang memiliki anggapan
yang salah dalam memahami takdir. Mereka hanya pasrah terhadap takdir tanpa melakukan
usaha sama sekali. Sungguh, ini adalah kesalahan yang nyata. Bukankah
Allah juga memerintahkan kita untuk mengambil sebab dan melarang kita dari
bersikap malas? Apabila kita sudah mengambil sebab dan mendapatkan hasil yang
tidak kita inginkan, maka kita tidak boleh sedih dan berputus asa karena
semuanya sudah merupakan ketetapan Allah. Oleh karena itu, Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ
وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا.
وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ
الشَّيْطَانِ
“Bersemangatlah atas hal-hal yang
bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau
tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan
demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi
takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena
perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.”
Faedah Penting
Keimanan yang benar terhadap takdir
akan membuahkan hal-hal penting, di antaranya sebagai berikut :
Pertama:
Hanya bersandar kepada Allah ketika melakukan berbagai sebab, dan tidak
bersandar kepada sebab itu sendiri. Karena segala sesuatu tergantung pada
takdir Allah.
Kedua:
Seseorang tidak sombong terhadap dirinya sendiri ketika tercapai tujuannya,
karena keberhasilan yang ia dapatkan merupakan nikmat dari Allah, berupa
sebab-sebab kebaikan dan keberhasilan yang memang telah ditakdirkan oleh Allah.
Kekaguman terhadap dirinya sendiri akan melupakan dirinya untuk mensyukuri
nikmat tersebut.
Ketiga:
Munculnya ketenangan dalam hati terhadap takdir Allah yang menimpa dirinya,
sehingga dia tidak bersedih atas hilangnya sesuatu yang dicintainya atau ketika
mendapatkan sesuatu yang dibencinya. Sebab semuanya itu terjadi dengan
ketentuan Allah. Allah berfirman,
مَآأَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَفِي أَنفُسِكُمْ
إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ
يَسِيرٌ {22} لِكَيْلاَ تَأْسَوْا عَلَى مَافَاتَكُمْ وَلاَتَفْرَحُوا بِمَآ
ءَاتَاكُمْ …{23}
“Tiada suatu bencana pun yang
menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis
dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya
kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu
jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu…” (QS.
Al Hadiid:22-23).[13]
Demikian paparan ringkas seputar
keimanan terhadap takdir. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar