Jumat, 09 Desember 2016

                                                 Antara Hijab dan Akhlaq

“Mending saya yang tidak pakai hijab, daripada berhijab tapi akhlaq nya tercela”

Tidak dapat dipungkiri bahwa di antara para muslimah yang sudah memakai jilbab ada yang masih melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak mencerminkan moral atau akhlak islam. Hal inilah yang kemudian memunculkan banyak pandangan-pandangan di masyarakat yang berpendapat seperti di atas. Mereka bersikap sinis dan pesimis terhadap hijab. Tapi sebenarnya,perintah mengenakan hijab dan akhlaq seseorang adalah 2 hal yang berbeda. Ketika seorang muslimah telah baligh atau dewasa maka wajib baginya untuk berjilbab. Adapun masalah moral atau akhlak itu adalah perkara yang lain dimana ada hukum tersendiri yang mengaturnya. Mungkin yang harus kita imani terlebih dahulu adalah bahwasanya berjilbab adalah kewajiban yang mutlak bagi seorang muslimah dewasa

Allah SWT memerintahkan kepada kaum muslimah untuk mengulurkan jilbab ke seluruh tubuhnya seperti yang terdapat dalam surah Al-Ahzab ayat 59:

”Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ’Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[QS. Al Ahzab (33): 59

Ayat ini secara jelas memberikan ketentuan tentang pakaian yang wajib dikenakan wanita Muslimah. Pakaian tersebut adalah jilbab yang menutup seluruh tubuhnya. Penggunaan jilbab dalam kehidupan umum akan mendatangkan kebaikan bagi semua pihak. Dengan tubuh yang tertutup jilbab, kehadiran wanita jelas tidak akan membangkitkan birahi lawan jenisnya. Sebab, naluri seksual tidak akan muncul dan menuntut pemenuhan jika tidak ada stimulus yang merangsangnya. Dengan demikian, kewajiban berjilbab telah menutup salah satu celah yang dapat mengantarkan manusia terjerumus ke dalam perzinaan; sebuah perbuatan menjijikkan yang amat dilarang oleh Islam.

Bila perilaku keseharian seorang wanita muslimah sudah bagus namun belum berkerudung, segera lengkapi dengan kerudung, agar setengahnya terlengkapi dan menjadi sempurna. Begitu pula jika seorang wanita muslimah sudah berkerudung, namun akhlaq atau perilaku kesehariannya masih tidak baik, segera lengkapi dengan akhlaq yang baik, agar setengahnya terlengkapi dan menjadi sempurna.
Jadi, jangan ada lagi orang yang berkata “Buat apa berkerudung kalau kelakuan seperti wanita tak beragama (tidak baik), lebih baik tidak berkerudung!!”. Sebab, pernyataan itu jelas keliru. Pernyataan tersebut sama dengan menyeru perempuan untuk melanggar apa yang telah Allah perintahkan kepada wanita muslimah. Padahal, Allah memerintahkan kepada para muslimah untuk menutup aurat nya ketika keluar rumah atau dihadapan lelaki yang bukan makhram nya.





Perintah mengenakan jilbab bagi kaum muslimah:

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menegur Asma binti Abu Bakar Radhiyallahu anhuma ketika beliau datang ke rumah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengenakan busana yang agak tipis. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memalingkan mukanya sambil berkata :

Wahai Asma! Sesungguhnya wanita jika sudah baligh maka tidak boleh nampak dari anggota badannya kecuali ini dan ini” (beliau mengisyaratkan ke muka dan telapak tangan). [HR. Abu Dawud, no. 4104 dan al-Baihaqi, no. 3218. Hadist ini di shahihkan oleh syaikh al-Albani rahimahullah]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah didatangi oleh seseorang yang menanyakan perihal aurat yang harus di tutup dan yang boleh di tampakkan, maka beliau pun menjawab :

“Jagalah auratmu kecuali terhadap (penglihatan) istrimu atau budak yang kamu miliki”. [HR. Abu Dawud, no.4017; Tirmidzi, no. 2794; Nasa’i dalam kitabnya Sunan al-Kubra, no. 8923; Ibnu Majah, no. 1920. Hadist ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani]

Wanita yang tidak menutup auratnya di ancam tidak akan mencium bau surga sebagaimana yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu beliau berkata :
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: (yang pertama adalah) Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan (yang kedua adalah) para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berpaling dari ketaatan dan mengajak lainnya untuk mengikuti mereka, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” [HR. Muslim, no. 2128]

Begitu pentingngnya menjaga aurat dalam agama Islam sehingga seseorang di perbolehkan melempar dengan kerikil orang yang berusaha melihat atau mengintip aurat keluarganya di rumahnya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Jika ada orang yang berusaha melihat (aurat keluargamu) di rumahmu dan kamu tidak mengizinkannya lantas kamu melemparnya dengan kerikil sehingga membutakan matanya maka tidak ada dosa bagimu”. [HR. Al-Bukhâri, no. 688, dan Muslim, no. 2158].

Dalam kesehariannya, wanita tidak menutup kemungkinan untuk keluar rumah untuk memenuhi hajatnya; ke pasar, ke mesjid, ke rumah keluarga dan kerabatnya, dan lain-lain. Kondisi ini memungkinkan terjadinya interaksi atau pertemuan dengan laki-laki. Islam menetapkan, ketika seorang wanita ke luar rumah, ia harus mengenakan khim‰r (kerudung) dan jilbab.

Allah Swt. berfirman:

“Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung (khimâr) ke dada-dada mereka”. (QS an-Nur [24]: 31).
Dari ayat ini tampaka jelas, bahwa wanita Muslimah wajib untuk menghamparkan kerudung hingga menutupi kepala, leher, dan juyûb (bukaan baju) mereka.


Jelas bukan bahwa perintah berjilbab tidak harus menunggu sempurnanya akhlak. Karena manusia tidak ada yang sempurna.
Justru dengan wanita memakai jilbab, maka artinya ia mengawali perubahan hidupnya menjadi lebih baik.
Sekali lagi perlu ditekankan bahwa memakai jilbab tidak harus menunggu sempurnanya akhlak, tapi justru dengan kamu wahai wanita muslimah berani memulai memakai jilbab, artinya kamu sudah memulai untuk merubah hidupmu menjadi lebih baik.
Apapun alasannya berjilbab dan menutupi aurat bagi wanita muslimah adalah wajib, berdosa jika tidak melaksanakannya.
Jika seorang perempuan berjilbab namun belum bisa menjaga sikap, jangan dianggap lebih buruk karena semata-mata dia berjilbab, namun murni karena kepribadian mereka, perempuan berjilbab (menutup aurat) belum tentu berakhlak, perempuan berakhlak pasti berjilbab (menutup aurat).
Ketika seseorang telah berniat tulus untuk berhijab mengikuti anjuran Tuhan maka secara tidak langsung perbaikan-perbaikan pada tingkat yang lain akan mengikuti

            Jilbab yang sudah dikenakan dengan benar, insya Allah akan memberikan pengaruh besar untuk melakukan kebaikan, sedangkan menanggalkannya bisa membuka peluang besar bagi jalannya bermacam-macam maksiat. Karena pada dasarnya tidak berjilbab merupakan kemaksiatan. Walaupun jilbab itu tidak menutup kemungkinan negatif dan bukan menjamin kebaikan seluruhnya tetapi dampak positif yang dicapai oleh wanita berjilbab jauh lebih baik dibanding wanita yang tidak berjilbab. Sebab wanita yang berjilbab itu telah memperoleh sebagian dari kebaikan/keutamaan sedangkan kebaikan lainnya harus dipenuhi dengan kewajibab lainnya. Adapun kebaikan itu muncul dari pancaran ilmu, iman dan takwanya kepada Allah subhanahu wata’ala.

Sabtu, 03 Desember 2016

man jadda wa jadda
Man jadda wajada berarti barangsiapa bersungguh-sungguh pasti dapat.
Kenapa harus bersungguh-sungguh?
Jawabannya: Wajada. Supaya kita mendapatkan apa yang kita inginkan. Allah yang menentukan segala sesuatu, tetapi kita diwajibkan ikhtiar dan kesungguhan dalam ikhtiar diperlukan.

Diantara perintah kesungguhan:

·         Kesungguhan Dalam Meraih Keridhaan
 “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk mencari keridhoan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami” (QS. Al- Ankabut : 69)
            Sebagai seorang mulim/muslimah hendaknya hal pertama yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh adalah dalam mencari keridhaan Allah. Barangsiapa yang bersungguh-sungguh, Allah akan menunjukan jalan Nya
·         Kesungguhan Mengubah Keadaan Diri
Sesungguhnya Allah tak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. (Q.S. ar-Ra‘d : 11)
            Jika kita ingin merubah keaadan diri kita menjadi lebih baik , maka hal yang harus dilakukan adalah berusaha dengan sungguh-sungguh. Yakin lah, bahwa setiap usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh akan membuahkan hasil.
·         Kesungguhan Dalam Mencari Nafkah
Rasululla Saw bersabda, “Sesungguhnya, di antara perbuatan dosa, ada yang tidak dapat dihapus oleh (pahala) shalat, sedekah, atau pun haji. Namun hanya dapat ditebus dengan kesungguhan dalam mencari nafkah penghidupan.” (HR. Tabrani)
Barang siapa pada malam hari merasakan kelelahan karena bekerja pada siang hari, maka pada malam itu ia diampuni Allah.” (HR. Ahmad)         
            Kesungguhan lain yang harus kita lakukan adalah kesungguhan dalam mencari nafkah, selain mendapatkan rezeki yang belimpah, apabila kita bersungguh-sungguh dalam mencari nafkah maka kita juga mendapatkan ampunan dari Allah. Luar biasa nikmat yang didapat dari kesungguhan ini.

 

Man Jadda Wajada Belum Membumi Jika Masih Berdalih

Jika kita masih suka mengatakan “tapi” sebagai dalih tidak berusaha, artinya kita belum bersungguh-sungguh. Setiap Masalah yang terjadi, hendaknya dihadapi dengan percaya diri. Biasakan untuk berfikir optimis, sehingga hasil positif akan mengikutinya.
Cara Membumikan Man Jadda Wajada
Jika sebelumnya kita belum menerapkan Man Jadda Wa Jadda dalam hidup kita, maka langkah selanjutnya ialah kita harus membumikan Man Jadda Wajada, bukan hanya pepatah penghias dinding, tetapi harus menjadi bagian dari kehidupan kita.
  1. Bersungguh-sungguh. Dengan bersungguh-sungguh, maka akan menghapus rasa malas dalam diri kita
  2. Mencari cara mengatasi rintangan yang sedang dihadapi
  3. Berusaha melengkapi apa yang menjadi kekurangan kita, sehingga tujuan besar kita akan tercapai
  4. Belajar melakukan hal yang belum bisa kita lakukan
  5. Tidak mudah berhenti, terus berfikir mencari jalan keluar dari masalah yang sedang dihadapi.

Kunci Kesungguhan

            Kunci kesungguhan adalah ikhlas dan sabar.
Menurut Syaikh Mu’min Fathi al-Haddad, dalam Kaifa Takhsya’u fi Shalatika wa tadfa’u min Wasawisika, menyatakan bahwa, keikhlasan tidak akan sempurna tanpa adanya kesungguhan, dan tiada kesungguhan tanpa adanya keikhlasan. Sedangkan kesungguhan dan keikhlasan tidak akan dapat sempurna kecuali dengan kesabaran.
Ikhlas adalah niat karena Allah. Jika sudah niat karena Allah, maka kita harus bersungguh-sungguh.. Maka tanamkan dalam hati, bahwa kita berusaha karena dan untuk Allah.
Dan, dalam berusaha itu seringkali kita dihapakan oleh halangan, cobaan, dalam waktu yang lama. Disinilah, kesabaran mutlak diperlukan. Tidak ada kesungguhan tanpa kesabaran.







Jika ingin mecapai apa yang kita inginkan maka selain bersungguh-sungguh dalam melakukan segala sesuatu, hal lain yang harus dilakukan adalah percaya diri.


Beberapa kiat guna membangun keyakinan diri :

1. Hargailah dirimu dengan wajar.

Jika kamu ingin dihargai oleh orang lain, maka terlebih dulu hargailah dirimu sendiri. Jangan merendah diri.

2. Ubahlah apa yang bisa kamu ubah, tapi terimalah apa yang tidak bisa diubah.

3. Belajar bertanggung jawab terhadap perilaku.
Bertanggung jawab lah terhadap setiap perilaku mu, jangan mudah menyalahkan orang lain. Katakan salah jika memang salah, katakan benar jika memang benar.

4. Bersikap positif terhadap kehidupan.
            Berfikir positif akan membantu memberikan hasil yang positif pada setiap masalah yang sedang dihapi

5. Bacalah potensi diri.
            Ketahuilah potensi diri sendiri, sehingga memudahkan kita dalam menangani setiap malah yang dihadapi.

6. Berani mengambil risiko.
            Tidak ada kesuksesan tanpa kegagalan. Tidak ada hasil tanpa sebuah resiko.

7. Bersikaplah realistis.
Hidup harus dijalani dengan apa adanya sesuai kemampuan diri jangan terlalu ingin melebihi orang lain dengan cara yang tidak baik. Jalani dengan doa dan usaha maka akan memperoleh yang terbaik.

8. Jadikan keresahan sebagai kawan.
Banyak peristiwa atau saat-saat dalam hidup yang membuat cemas / gelisah yang dapat
menimbulkan krisis kepercayaan diri. Ingatlah rasa cemas dan gelisah adalah “kawan” yaitu
desakan untuk beradaptasi dan berubah.

9. Tingkatkan iman kepada Allah
Rasa percaya diri yang kokoh harus dibangun di atas fondasi yang kuat yaitu keimanan. Dan belajar bersyukur dalam segala keadaan. Hati yang penuh dengan ucapan syukur akan
membuat hidup lebih ringan, pikiran lebih jernih dan perasaan lebih nyaman sehingga
mengendalikan perasaan bukan lagi beban yang berat



 Implementasi Man Jadda Wa Jadda Dalam Diri Saya
Setelah memberikan beberapa informasi mengenai Man Jadda Wa Jadda, Berikut ini penerapan Man Jadda Wa Jadda dalam diri saya.
Saya adalah siswi di SMA Islam Al-Munir. Mulai dari kelas sepuluh saya berjuang mengalami kehidupan yang cukup sulit terutama di bidang finansial keluarga saya. Awalnya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi terlebih dalam yayasan yang sama perjuangannya cukup besar, karena pada saat saya SMP (SMP Islam Al-Munir) tunggakan SPP saya cukup banyak. Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Q.S. Al-Baqarah: 286). Dengan menerapkan prinsip man jadda wa jadda dalam diri saya, serta dengan bermodalkan keberanian dan tekad, saya memperjuangkan segala persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar saya bisa lanjut sekolah dimana salah satu syarat bagi siswa/i yang kurang mampu agar mendapatkan keringanan biaya masuk adalah mengurus Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).

Setelah berhasil masuk sekolah, bukan berarti saya bisa santai-santai atau senang-senang. Man Jadda Wa Jadda. Saya harus bersungguh-sungguh, sehingga keingian saya dapat tercapai.
Bagaimana cara saya bersungguh-sungguh? Saya harus belajar ekstra keras agar dapat berprestasi sehingga keringanan biaya sekolah tersebut akan terus saya dapatkan. Saya harus belajar lebih giat dibanding dengan teman saya yang lain. Saat ujian tiba, saya belajar menggunakan buku catatan saya hingga malam hari. Kemudian  saya datang lebih pagi ke sekolah untuk meminjam buku paket teman saya. Dengan waktu yang sedikit, saya menghafal sisa materi yang tidak terdapat pada buku catatan saya. Karena pada saat itu, saya belum mampu untuk membeli buku paket. Apalagi pada saat kelas XII, saya hampir saja tidak dapat mengikuti Ujian Nasional (UN) karena ternyata prestasi saja tidak cukup jika tidak dibarengi dengan kelancaran administrasi. Namun hal itu tidak membuat saya rendah diri dan putus asa untuk tetap bersekolah. Saya tetap belajar dengan bersungguh-sungguh dan bertawakal kepada Allah.  Barang siapa bertakwa kepada Allah maka Dia akan menjadikan jalan keluar baginya, dan memberinya rizki dari jalan yang tidak ia sangka, dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah maka cukuplah Allah baginya, Sesungguhnya Allah melaksanakan kehendak-Nya, Dia telah menjadikan untuk setiap sesuatu kadarnya (Q.S. Ath-Thalaq: 2-3). Saya yakin Allah pasti menolong hamba-Nya yang kesusahan. Allah selalu bersama hamba-Nya, itulah yang membuat saya selalu percaya diri dan selalu berpikir positif terhadap apa yang akan terjadi kedepannya. Alhamdulillah berkat pertolongan Allah beserta Orang Tua saya, saya dapat menjalani sekolah saya sampai saya mengikuti UN.

            Semester demi semester berlalu. Hasil dari penerapan Man Jadda Wa Jadda saya dapatkan Alhamdulillah atas berkat pertolongan Allah S.W.T, serta kesungguhan dalam belajar dan berusaha, saya mendapatkan peringkat pada saat UTS dan UAS dimana saya mendapatkan peringkat satu ataupun peringkat dua. Akhirnya pendidikan saya di tingkat Sekolah Menengah Atas mencapai ujungnya, dan Alhamdulillah juga hasil yang saya raih dalam UN baik.

Setelah lulus UN, saya mulai sibuk mencari-cari Universitas yang akan saya tempati untuk jenjang pendidikan saya berikutnya. Meskipun biaya kuliah nanti belum jelas, namun saya yakin pertolongan Allah selalu ada.Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (Q.S. Al-Insyirah: 5-6).

Dalam hal ini saya bisa membuktikan bahwa dengan kesungguhan hati disertai dengan tawakal, segala sesatu nya bisa saya dapatkan. Saya ingin melanjutkan kuliah, tetapi saya tak memiliki cukup dana untuk memenuhi keinginan saya tersebut. Akan tetapi, saya tidak menyerah begitu saja. Saya selalu berpikir positif bahwa siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan dapat. Man jadda wa jadda. Mungkin untuk tahun ini saya belum diberi kesempatan oleh Allah untuk melanjutkan kuliah. Namun saya yakin Allah pasti akan menolong hamba-Nya yang bersungguh-sungguh.

Allah SWT berfirman, “Dan apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepadaKu” (Q.S Al-aqarah: 186)

Kekuatan Man jadda wa jadda ini sampai sekarang sudah menjadi kekuatan tersembunyi yang menggerakan bagi saya. Sebuah makna mendalam yang menuntun meraih cita-cita. Sebuah kata, yang makna nya cukup mencerahkan. Mengajak saya untuk berpacu dalam ikhtiar, bukan berpangku tangan dan menunggu. Bahwa ikhtiar adalah jalan yang harus ditempuh jika ingin berhasil. Kata Man jadda wa jadda menjadi obat dikala kantuk tiba. Menjadi penyegar dikala bosan. Menjadi pengingat ketika malas mulai menyerang.