Senin, 10 Juni 2019



Memaafkan


Setiap manusia di dunia ini, tak luput dari kesalahan. Baik itu kesalahan yang disengaja ataupun tidak disengaja. Tanpa atau dengan disadari, terkadang kita membuat orang lain sakit hati, terkadang pula orang lain lah yang membuat kita sakit hati. Tak jarang sakit hati itu pun menimbulkan dendam yang tidak pernah padam.

Sulit rasanya untuk meminta maaf atas kesalahan yang kita perbuat kepada orang lain. Terkadang kita dikalahkan oleh rasa ego kita dengan berkata “kalau minta maaf berarti kita kalah”. Sesulit kita meminta maaf kepada orang lain, sesulit itu pun kita untuk memaafkan kesalahan orang lain terhadap kita. Padahal kita pun juga tak luput dari berbuat salah kepada orang lain. Lalu mengapa kita masih sulit memaafkan? 
قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى ۗ وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيم
Artinya : Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun (Q.S Al-Baqarah : 263)
Berdasarkan ayat diatas, orang yang memberikan maaf nya atas kesalahan orang lain lebih baik dibanding sedekahnya orang yang diiringi dengan ucapan yang menyakitkan penerima sedekah. Kita sebagai orang beriman diminta oleh Allah SWT untuk memberi kan maaf dan memberi kan nasihat agar mereka kembali kejalan yang lurus.
Saat orang lain menyakiti hati kita, sangat sulit rasanya untuk tidak membalas perbuatanya. Tentu pernah terbesit keinginan untuk balas dendam. Namun islam mengajarkan agar setiap orang beriman senantiasa sabar, oleh sebab itu jangan lah kita membalas kejahatan yang kita terima dari orang lain dengan kejahatan pula.
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
Artinya : Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (QS. Fushilat: 34)
Seringkali kita menganggap bahwa memaafkan orang lain adalah sikap yang lemah. Padahal justru sebaliknya. Orang yang menahan amarahnya sesungguhnya ia adalah orang yang kuat. Ia mampu menahan amarah atas kejahatan orang lain terhadapnya dengan tidak membalas nya, padahal ia mampu untuk membalasnya.
Rasulullah bersabda:
لَيْسَ الشَّدِيْدُ باِلصُّرْعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
“Orang yang kuat bukan yang banyak mengalahkan orang dengan kekuatannya. Orang yang kuat hanyalah yang mampu menahan dirinya di saat marah.” (HR. Al-Bukhari no. 6114)
Setiap amal perbuatan itu mendapat balasan sesuai dengan jenis amal perbuatannya, sebagaimana kita mengampuni dosa orang yang berdosa kepada kita, maka Allah mengampuni pula dosa-dosa kita. Dan sebagaimana kita memaafkan, maka Allah pun memaafkan kita pula. Allah SWT berfirman :
وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya : Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S An-Nur : 22)
Dengan tidak memaafkan, apakah hati kita akan menjafi tenang? Tidak. Tentu saja hati kita akan dipenuhi oleh rasa kebencian, menimbulkan penyakit hatj yakni dendam. Allah SWT berfirman :
وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَىٰ رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ
Artinya : Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir (Q.S At-Taubah : 125)
Penyakit hati yang ada pada diri kita tersebut dapat membawa kita pada kekafiran dan mati dalam keadaan kafir. Orang yang di dalam hati nya masih tersimpan dendam tidak akan dibukakan untuknya pintu surga. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, 

“Pintu-pintu surga itu dibuka pada hari Senin dan Kamis, lalu diampunkanlah bagi setiap hamba yang tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah, kecuali seseorang yang antara dirinya dan saudaranya itu ada rasa dendam, lalu dikatakanlah, ‘Nantikanlah dulu kedua orang ini sehingga keduanya berdamai kembali. Nantikanlah kedua orang ini sehingga keduanya berdamai kembali’,” (HR. Muslim).
Untuk apa kita membalas kejahatan dengan kejahatan? Sedangkan dengan tidak membalasnya dapat mendatangkan pahala? Rasulullah bersabda
 “Apabila ada seseorang yang mencacimu atau menjelek-jelekanmu dengan aib yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah kamu balas memburukkannya dengan aib yang kamu ketahui ada padanya. Maka pahalanya untuk dirimu dan dosanya untuk dia,” (HR. Al Muhamili dalam Amalinya no 354, Hasan)
Selain memaafkan kesalahan orang lain terdap kita, maka kita pun juga harus meminta maaf atas kesalahan kita terhadap orang lain. Sebab setiap manusia tak luput dari kesalahan. Janganlah kita menunda-nunda meminta maaf sebab kita tidak tahu kapan ajal akan menjemput.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallambersabda,
 “Orang yang pernah menzhalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezhalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal shalih, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zhalimi” (HR. Bukhari no.2449)
Hal yang menyebabkan kita sulit untuk meminta maaf ataupun memaafkan tak lain adalah kita merasa bahwa diri kita lah yang paling benar. Sikap itu menjadikan kita merendahkan orang lain dan menganggap bahwasanya diri sendiri lah yang benar serta yang lain adalah salah. Janganlah demikian. Kita juga harus senantiasa mengintrospeksi diri, sebab manusia tak pernah luput daru dosa. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman,
فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
..Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (Qs. An-Najm:32)
Islam mengajarkan kepada kita bukan dengan memiliki sifat “merasa”, melainkan berlomba-lomba dalam kebaikan. Oleh sebab itu mulailah introspeksi diri kita serta saling maaf memaafkan antar sesama.
Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, beliau berkata, 
“Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, ‘Siapakah orang yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Setiap orang yang bersih hatinya dan benar ucapannya.’ Para sahabat berkata, ‘Orang yang benar ucapannya telah kami pahami maksudnya. Lantas apakah yang dimaksud dengan orang yang bersih hatinya?’ Rasulullah menjawab, ‘Dia adalah orang yang bertakwa (takut) kepada Allah, yang suci hatinya, tidak ada dosa dan kedurhakaan di dalamnya serta tidak ada pula dendam dan hasad.'” (Dikeluarkan oleh Ibnu Majah 4216 dan Thabarani, dan dishahihkan oleh Imam Albani di dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah)